"Apakah takdir cinta selalu berakhir happy ending?" tanya ku pada Tuhan. Namun, tak ku kudapati jawaban apapun yang terdengar hanya desir angin dan suara gugurnya dedaunan. Sore ini, angin berhembus disertai hujan rintik turun tak biasa dimusim peralihan dari musim semi ke musim hujan. Awan keemasan serentak datang menambah keindahan sore kala itu. Pohon flamboyan yang ramai dengan hijaunya daun dan bunga – bunga merahnya menjadi pilihan tempat bersandar tubuh tegap ini ditambah silaunya putih bunga anggrek melengkapi kata sempurna yang tak terbendung untuk menggambarkan keadaan ini. Terimakasih kepada semua, telah mau menemaniku tuk menanti seorang wanita cantik nan indah karena dialah, hidupku menjadi lebih berwarna setelah taqdir memapah cinta pertamaku pergi. "Adel" ujarku spontan, itulah nama cinta pertamaku sungguh sesak dada ini ketika nama dia meloncat dari mulutku, ingatan bahagia dan sakit dengannya masuk dalam hati seketika bagai pedang yang ditusukan ke batang kayu rapuh.Ketika musim semi dibulan agustus, ya bulan agustus itulah waktu dimana saatnya takdir terindah tuk datang, yaitu pertemuan dengan cinta pertamaku. Tempatnya di kebun angrek, disebang  pohon flamboyan. Pohon terindah di dunia yang berbunga satu tahun satu kali serta menggugurkan daunnya pada pertengahan musim kemarau, tepat pada waktu itulah akan tercipta suasana romantis, saat yang tepat untuk rendezvous. Keindahan pohon flamboyan  bisa sedikit tergambar dari lirik yang dibawakan oleh bimbo pada tahun 70'an. Kira –kira beginilah bunyinya :Senja itu Flamboyan berguguranSeorang dara memandang Terpukau...Satu-satu Daunnya berjatuhanBerserakan di pangkuan bumiBunga flamboyan itu diraihnyahanya terlihat sayuFlamboyan berguguranBerjatuhan, berserakanSejak itu sang daraberharapkan Esok lusa kan bersemi kembaliIndah bukan?. Saat itu dibawah pohon flamboyan aku sedang membaca sebuah cerpen karya Elinda Rahmat, dia terkenal dengan cerpen  -  cerpen romantis nan menggugah. Hasilnya cerita yang dia tulis telah membuat ku bisa lebih mengerti dan lebih tahu tentang hakikat dari cinta. Pada pertengahan cerita terdengar suara sayup –sayup merdu keluar dari seorang kaum hawa dibalik kebun angrek. Secara tidak langsung diri ini bergetar terhipnotis oleh suara itu, membuat mata dan mulut ini tak kuasa tuk membaca lagi satu katapun . seketika kuputuskan tuk menengok asal suara itu walau hanya semenit saja. akupun bejalan memapah tubuh lusuh ini menyuri sebuah jalan setapak. Ketika sampai tak ku dapati  seorang gadis pun disana. "ah…, mungkin semua itu hanya halusinasi saja" keluh ku.Langsung saja ku berbalik badan namun kulihat ada lumut dibawah kaki yang akhirnya tubuh ini jatuh karenanya. "Aaaauuu…." respon ku, tiba – tiba ada uluran tangan dari atas sambil terdengar suara yang indah "kau tidak apa – apa?" tanya dia.  Tak sabar ku palingkan muka ini ke atas tuk melihat siapa sumber suara itu dan terlihatlah  seorang wanita cantik dengan senyum hangatnya seperti matahari diwaktu pagi yang mengintip dibalik bukit sebrang rumah. Kurasakan semua rasa ini sungguh berbeda, detak jantung ini sungguh tak biasa, aliran nafas ini sungguh lain. Tiba –tiba kata cinta, perwakilan dari pemersatu jiwa yang haus akan kasih dan sayang mantap terukir di hatiku. "Tapi, apakah benar?" tanya ku dalam  hati.Memang sejak pertama bernafas belum pernah mampir sekali pun rasa ini ke dalam hati. Rasa yang hangat, rasa yang memberi semangat lebih dalam hidup, rasa yang membuat ku lebih bahagia di dunia nyata dari pada di dunia mimpi mungkin karena saat itu kenyataan lebih indah dari khayalan. Entah kapan cinta ini datang bagai angin yang tak kunjung menampakkan sosoknya. Tak disangka dia langsung memegang tangan ku sambil berkata lagi "maaf, kamu tidak apa – apakan ?"."ii….ya..iya a..ku tidak apa – apa kok" jawab ku dengan nada tergagap."kalau gitu mari aku bantu berdiri" pintanya sambil tetap tersenyum manis."sorry ya, gak enak nih jadi ngerepotin" kata ku sambil mulai berdiri."nggak apa – apa, sudah sepantasnya kita saling tolong menolong. Eh.. udah dulu ya aku mau pulang takutnya ortu khawatir.. dah.." jawabnya dengan nada lembut, sambil berjalan melambaikan tangan putihnya ke arahku.Terdiam sejenak, tergugu dalam sepi seperti Arjuna yang ditinggal mati oleh Sri Kandi. Dalam diam aku tersadar bahwa perkenalan belum sempat terjadi diantara dia dan dirinya membuat kata tanya yang banyak didalam hati tentang "siapa dia?","namanya?", "dari mana dia?". Rasanya ingin sekali berlari mengejar dia tuk sekedar mengulurkan tangan dan saling tahu tentang nama dan tempat tinggal. Namun terdengar suara mobil mewah kelihatannya berasal dari negara italy karena desainnya yang anggun serta memiliki jari – jari roda berwarna keemasan. Mobil jenis ini terakhir kuliat di sebuah pameran yang menampilkan mobil keluaran Italy. Ketika itu pamerannya diselenggarakan oleh sebuah perusahaan besar berlokasi di jantung kota bandung.  Ayah ku lah salah satu orang pecinta mobil Italy bukan hanya itu dia juga ketua dari sebuah komunitas pecinta mobil Italy di daerah bandung. Seketika pupil mata ini membesar kala melihat wanita yang kucari ternyata berada dibalik kaca belakang mobil itu. Kucoba berlari guna dapat mengejar mobil mewahnya, ternyata kesia – siaan yang didapati karena ternyata kaki lemah ini tak kuasa berlari mengejar mobil itu. akupun segera pulang ke rumah dengan mengayuh sepeda kumbang yang baru dibeli bulan kemarin. Masih dalam perjalan air hujan segara mengeroyok tubuh ini, membuat ku mengencangkan ayunan sepeda supaya bisa bergerak lebih cepat. Ketika sampai langsung saja aku masuk dengan kepala tertunduk seperti seorang kesatria yang kalah dalam peperangan karena kata menyesal dan menyesal masih terkungkung di dalam hati. Pertemuan tadi bukan seperti bunga mawar karena keindahannya hanya bersipat musiman tapi seperi bau ikan dimana jika sudah menempel akan sangat susah tuk menghilangkan baunya."mungkinkah ada cinta setelah ini?, setelah seorang wanita mampir dalam hati pergi tanpa tahu harus kemana aku mencarinya" keluh ku di depan cermin 1X0,5m.Belum hilang rasa penat ini terdengar suara mama. "Ade cepat mandi bentar lagi masuk adzan magrib. Eh.. iya kata bapa nanti tolong bawakan Al – Qur,annya di tempat biasa" serunya dari ruang tengah. "Iya mah ade juga lagi mau mandi" jawab ku dengan nada sopan."nah, itu baru anak mama" pujinya dengan nada bangga.Aneh bukan, aku itu sudah kelas 3 SMA tapi masih saja diperlakukan seperti anak kecil. Namun mungkin itu hanya bentuk perhatian dan kasih sayangnya karena kata ustad kita tidak boleh berburuk sangka pada orang tua jadi ambil sisi pisitifnya saja karena mereka lebih mengerti kita dari pada kita mengerti mereka.Setelah membersihkan diri, segera ku bertolak ke sebuah surou nan sederhana kira – kira memiliki luas sekitar 10X5m. Namun, ditengah perjalanan rupanya ada keluarga baru menjadi salah satu bagian dari kami, bagian dari komplek kami. Tak berani ku menegur tetangga baru itu, hanya berani melempar senyum saja. Tiba –tiba terdengarlah suara adzan magrib dari surao, akupun sontak mempercepat langkah supaya datang tepat pada waktunya. Dari magrib sampai solat isya aku mengaji dengan ayah beserta masyarakat lainnya hingga pulang, belajar dan tidur lelap. Selama tiga hari sering kali rasanya pergi ke tempat pertemuan dengan wanita itu. Namun tak kunjung kudapati wanita itu kembali. Pada hari ke 4 tepatnya dipagi buta aku lihat tetangga baru itu keluar rumah kelihatannya mereka mau berolah raga. Pupil mata ini kembali membesar ketika melihat wanita yang berada di kerumunan tetangga itu adalah dia, wanita yang kutemui di kebun anggrek. Hati ini sudah lelah berada dalam kebingungan maka akupun berlari tuk sekedar memastikan bahwa itu memang dia. Sesampainya aku ucapkan salam dan mulai bertegur sapa."Assalamualaikum" sapa ku."Waalaikumsalam" jawab mereka secara serentak.Ternyata benar bahwa itu memang dia dan tampaknya dia juga masih mengingat ku terlihat dari mimik mukanya."hay, kamu itu….." kata ku dan dia bersamaan, hal itu membuat kami termasuk keluarganya tertawa terbahak – bahak."silakan kamu dul….." kata kami dengan bersamaan lagi.Supaya tak bersamaan k tiga kalinya segera saja aku ulurkan tangan."kenalkan namaku Yudi" ucap ku dibarengi oleh senyum hangat dengan penuh rasa rindu.Kemudian dia menjabat tangan ku sambil melemparkan senyum hangat yang masih sama seperti senyum kala itu."namaku adel. Kamu dari sini juga, rumahnya sebelah mana?" jawabnya membuat aku menghentikan napas sejenak."iya, itu rumah yang pagernya warna ijo. Kita cuma terlang dua rumah kok" jawab ku lagi."del, ya udah kamu mendingan sama nak yudi aja, dia kan orang sini jadi bisa ngenalin kamu tentang daerah ini, boleh kan nak yudi?" suara ibunya memecah perbincangan kami sekaligus membuat aku kaget mendengar permintaan ibunya."iya, bisa bu" lansung saja ku jawab karena itulah yang sebenarnya ku inginkan."tuh, nak yudi gak keberatan gimana del?" tanya ibunya pada Adel."iya, deh kalau gitu kami duluan ya, bu" jawab Adel sambil menggandeng tangan ku menjauhi keluarganya.Sekitar 1 meter kami berjalan tak mengucapkan 1 katapun yang ada hanya sekedar saling melempar senyum."eh, kita pergi ke tempat waktu itu,yuk" ajak aku memecah keheningan antara kami."ayo, pokoknya sekarang kamu supirnya jadi kemana kita pergi terserah kamu. Tapi, jangan kejauhan tempatnya ya. Hhe..he.." jawabnya sambil tertawa."kalau aku, jauh juga gak apa – apa asal dengan kamu. Hhe… he…" balas ku masih dengan nada bercanda.Kelihatannya dia senyum tersipuh malu dengan kata – kata ku tadi, senang rasa bisa melihat senyum indah itu dari bibir manisnya."kalau gitu ayo nunggu apalagi" serunya dengan menarik – narik tangan ku."biar gak capek mendingan kita naik sepeda,yuk." ajak ku.Kali ini dia hanya menjawab dengan senyumnya saja.           Kami segera berjalan ke rumah ku untuk mengambil sepeda kumbang yang sudah terparkir di depan garasi. Setelah itu kami berboncengan menuju tempat pertemuan dulu, cuma kali ini aku mengajak Adel ke pohon flamboyan karena ku pikir disana sangatlah romantis. Saat perjalanan kami banyak berbincang tentang hal – hal yang membuat tertawa. Waktu itu adalah waktu yang istimewa waktu terasa begitu cepat dan bumi terasa berotasi sangat pelan sekali. Setibanya disana segera saja ku pegang tangan dia dan berjalan ke bawah pohon plamboyan."kamu kan baru disini tapi kok 4 hari yang lalu bisa tahu tempat ini?" tanya ku di bawah pohon flamboyan."awalnya aku mau nyusul ortu ke rumah baru namun saat itu kami tersesat terus sampai kesini, ketika nunggu supir ku nanya – nanya ke penduduk buat cari jalan. ya kelihatanya tempat ini indah banget jadi ku putuskan tuk bermain dan bernyanyi dulu di sini" jawabnya panjang lebar."kelihatan ini  seperti takdir dan bukan kebetulan kita dipertemukan di tempat seperti ini,ya. Kamu percaya gak dengan takdir cinta?" kutambah percakapan itu.Sesaat dia hanya tersenyum sembari menatap langit."mungkin juga, karena setiap pertemuan pasti ada artinya. Aku percaya dengan adanya takdir cinta" jawabnya lagi sembari melempar senyum ke arah ku."sejujur sekarang aku sangat bahagia" langsung saja ku jawab senyum itu."kenapa?" tanyanya penasaran."karena kamu tersenyum" jawab ku dengan nada akrab.Dia hanya kembali tersenyum dan menatap ke langit."kenapa kamu selalu menatap langit sembari tersenyum?" tanya ku."aku sedang bertanya pada Tuhan tentang takdir cinta ku sekarang" ucapnya dengan nada pelan. Aku bertanya dalam hati "apakah dia merasakan hal yang sama?".Setelah itu kami masih terlibat perbincangan sekitar 1 setengah jam dan saling bertukaran No. HP. Waktu tak terasa telah membawa matahari pada titik tertinggi pertanda sudah saatnya pulang.           Hari – hari yang indah ku lewatkan dengannya lewat bertukar cerita, jalan bersama, dan yang paling berkesan adalah kami selalu menghabiskan waktu dibawah pohon plamboyan. 1 bulan sudah kami terus bersama nyaman rasanya, dia selalu ada untuk ku, dia sudah seperti udara yang selalu ku hirup. Entahlah, "apakah dia punya perasaan yang sama seperti rasaku padanya" tanyaku pada pohon flamboyan itu. Pada hari ke-56 tiba – tiba HP ku berdering tanda ada sms masuk. Ketika aku lihat ternyata dari Adel segera saja ku buka dan berbunyi "AKU TUNGGU DI TEMPAT BIASA".Setelah membaca isi pesan itu perasaan ku mulai tidak enak tanpa pikir panjang aku segera mengayuh sepeda ke arah pohon plamboyan. Namun naas di tengah perjalan aku tertabrak oleh sepeda motor yang sedang melaju kencang. Kurasa kaki ini masih kuat tuk berjalan jadi ku kocoba untuk terus berjalan walau dengan perlahan. 40 menit sudah baru aku tiba ke bawah pohon flamboyan. Napas ini terhenti sejenak karena tak ku lihat sosok wanita cantik yang ku cari tapi aku hanya menemukan sepucuk surat, yang berbunyi:AssalamualaikumSebelum aku pergi ingin sekali rasanya memeluk diri mu tuk yang terakhir kalinya. Mulai hari ini aku akan pindah rumah lagi jauh dari sini dan mungkin kita tak akan pernah bisa ketemu lagi. Namun sebelum aku pergi sejujurnya aku ingin mencintai dan dicintai mu tuk selamanya. Apakah kamu mempunyai perasaan yang sama kepada ku?."Percayah takdir cinta selalu berakhir dengan happy ending"-Adel-Rasanya sakit, lebih sakit dari apapun kenyataan ini sungguh membuat ku terasa sakit. Adel cinta pertamaku pergi begitu saja dipapah oleh takdir yang sangat kejam. Tak kuasa lagi menahan air mata, akhirnya keluar juga air mata ini membasahi tubuh penuh luka ku. Cukup sudah walau disurat itu tertulis " Percayah takdir cinta selalu berakhir dengan happy ending", namun percuma aku tak percaya lagi tentang takdir cinta yang selalu berakhir happy ending. Setelah dia

Berbulan – bulan dunia gelap seperti tertutup awan abu vulkanik kerakatau. Matahari tak kunjung tersenyum dibalik cahayanya yang menyilaukan "apakah takdir harus berakhir seperti ini" teriak ku pada matahari itu. Tapi, semuanya mulai berubah ketika wanita bernama Annisa datang dihadapan ku. Dia lah seorang wanita yang sedang aku tunggu sekarang. Pertemuan dengannya tak sengaja disebuah taman dekat rumah saat aku sedang berdiam disana terlihat seorang wanita jatuh dari sepedanya. Melihat itu sontak saja aku berlari untuk menolongnya yang berbejarak 5 meter dari tempat ku berdiam diri. Wanita ini tampak soleh, walau tak terlalu cantik tapi dia terlihat manis dengan jilbab besarnya. Bergegas aku ulurkan tangan ke arahnya namun dia tak mau malah mencoba berdiri sendiri tapi segera ku raih tangannya dan ku tarik dengan lembut."afwan jiddan, kita tidak boleh bersentuhan" katanya setelah berdiri kokoh."maaf ya, Aku cuma ingin menolong. Kamu tinggal dimana?" sapa hangatku padanya."di pesantren Darrul Qur'an" jawabnya singkat."terus ngapain kamu kesini" tanyaku lagi.Dari mimik mukanya sedikit tergambar bahwa dia sudah mulai percaya aku adalah orang baik."tadi habis pulang dari rumah paman di ujung jalan sana tapi tadi ban sepeda ku kempes akhirnya kehilangan keseimbangan dan jatuh" bilangnya sambil menunjuk sebuah jalan."wah, kelihatannya ban sepedamu kempes parah aku anter pulang ya. Sekarang mending aku anter pulang. Nah, sepeda mu biar aku betulin dulu yah, paling besok aku anter ke pesantren" pinta ku padanya sambil memperlihatkan keadaan sepedanya."iya deh, makasih ya udah bantuin" jawabnya.Segera saja aku arahkan tangan ke arahnya."kenalkan aku yudi, kamu?" tanya ku dengan nada lebih akrab.Tetap saja dia tak mau memegang tangan ku. Dia hanya menyatukan ke dua tangannya di atas."Annisa" jawabnya singkat.Rupanya nama dia Annisa benar – benar cocok dengan penampilanya yang mencolok dengan indentitasnya sebagai muslimah. Bergegaslah aku membawa sepeda kumbang dan menawarkan tempat duduk di belakang sepeda. Di perjalanan ku sempatkan diri ini tuk mengenalnya lebih dekat. Dari perbincangan itulah aku tahu bahwa dia dari MI, MTs, sampai ke MA ini di jalaninya berbarengan dengan berkiprah di pesantren dan yang paling mengejutkan bahwa dia adalah putri dari pemilik pesantren Darrul Qur'an. Setibanya di pesantren aku parkirkan sepeda di depan pesantren dan dia pun segera menginjakan kakinya ke tanah."makasih ya, udah nganterin. Jangan lupa ditunggu sepedanya besok tapi kalau bisa anterinnya pagi - pagi" pintanya singkat."Insya Alloh, besok pukul 8 tepat aku anterin sepeda kamu ke sini, okey"  jawab ku sambil mengacungkan jempol tangan ke atas tanda janji."kalau begitu ditunggu ya" katanya dengan nada pelan dan sambil  mengacungkan jempol tangan ke atas seperti yang ku lakukan tadi."udah dulu ya, mau masuk ke dalam gak enak diliatin sama ikhwan dan akhwat yang lain" ujarnya kepada ku."ya udah, sampai besok" kata ku.Segera saja ku ayun sepeda ini namun sesaat terliat dia masih berada di gerbang pesantren itu dan sambil tersenyum ke arah ku. Sungguh senyumnya terasa begitu akrab dan tidak terlalu asing seperti telah melihat dahulu.        Malamnya senyuman dia terus terbanyang seakan mengikis kenangan bersama Adel membuat diri ini ingin lebih mengenalnya.Esok hari sesuai janji aku kembali ke pesantren itu untuk mengembalikan sepedanya tepat pada pukul 08.00 WIB. Nampak terlihat dia juga sudah berdiri di depan gerbang sangat siap tuk menemuiku. Dari kejauhan aku melambaikan tangan pertanda sapaan pertama. Setibanya aku di sambut dengan doa."Assalamualaikum" sapanya."waalaikumsalam. sesuai janji, ini sepeda mu" ucap ku."wah seperti baru lagi, makasih ya. Harus bales pake apa nih?" tanya nya."gimana kalau hari minggu pagi kita jalan bareng ada sebuah tempat yang ingin aku tunjukan padamu, gimana?" ujar ku sambil melemparkan senyum padanya. Alhamdulillah banget dia gak nolak."bisa, asal mainnya gak boleh lebih dari pukul 10.00 pagi" jawabnya sambil melihat ke bawah."siap tuan putri, pokoknya jemputan akan datang pukul 08.00. Insya Alloh"Jawab ku sambil mengayuh sepeda karena ada janji pada mama tuk membelikan sayuran.Hasanya hangat sekali masih sama seperti dulu, seperti kepada Adel. Akhirnya aku temukan cinta lagi dan kali ini dia berada dipesantren. Padahal tidak ada alasan istimewa yang membuat ku harus mencintainya. Tapi, semakin aku tak menemukan alasan itu, semakin rasa cinta ini terasa di dalam hati.Sesuai janji, pada minggu pagi kami berboncengan menuju tempat yang inginku tunjukan, yaitu pohon flamboyan. Di sana kami banyak bertukar cerita dan saling melontarkan lelucon membuat rasa hangat diantara kami. Matahari kembali terseret derasnya arus waktu membuat kami harus berpisah.Selama 45 hari sudah kami selalu bersama walau dia sering membatasi diri dan agak terlihat aneh sering kali mukanya berubah menjadi berwarna pucah. Sempat aku bertanya tapi dia selalu berkata baik – baik saja. Disamping itu aku sangat bahagia dengannya karena sejak mengenal dia aku menjadi lebih paham tentang agama. Dan sekarang di hari ke 56 ini aku memutuskan untuk menembaknya dan menjadikannya sebagai calon istri ku. Sebelum ke sini aku sudah mengsmsnya "aku tunggu di bawah pohon". Saat ini aku hanya bisa berdoa supaya dia baik – baik saja dan bisa datang ketempat ini "ya Alloh, semoga saja kejadian aku dengan Adel tak terulang lagi tuk yang ke dua kalinya". Saat itu dia sampai lebih lama dari biasanya , ketika aku lihat dia berjalan terpapah dengan wajah yang pucah.tanpa pikir panjang lansung ku hampiri dia sambil bertanya."mengapa wajahmu sedikit pucat?" tanya ku.Namun kelihatannya dia tak peduli dengan pertanyaan tadi, dia malah terus menghampiri ku.Tepat di depan wajah ini dia terjatuh disertai hidung berdarah, Lalu ku rangkul tubuh dia."ayo cepat kita ke rumah sakit" seru ku."Percuma, sudah terlambat. Maaf, aku harus pergi dengan penyakit leukimia ini namun sebelum pergi aku ingin kamu tahu bahwa aku mencintai mu karena Alloh" ucapnya dengan nada sangat pelan hingga akirnya dia tertidur."aku juga mencintai mu Annisa" jawab ku berualang – ulang. Tanpa pikir panjang lagi aku bawa dia ke pesantren dan akhirnya pihak pesantren segera memanggil ambulan. Saat menunggu perawatan para dokter pada Annisa ayahnya datang dan bercerita "penyakit leukimia itu sudah dideritanya sejak masih kecil namun semangat hidup yang dia miliki terutama setelah bertemu dengan mu menjadikan dia bisa hidup sampai sekarang. Itulah mengapa kami selalu membiarkan kamu mengajak pergi Annisa ke luar dan tadi sebenarnya Annisa sedang dalam masa perawatan tapi, ketika membawa satu sms di HP nya langsung saja dia berlari keluar menaiki sepeda".Mendengar cerita itu aku hanya bisa menangis dan berdoa supaya dia baik – baik saja.1 jam sudah, akhirnya dokter keluar dan memeluk ayah Annisa sambil berkata "sabar ya pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin".Pernyataan seperti itu sudah cukup menggambarkan keadaan yang sebenarnya bahwa dia telah di panggil oleh Tuhan. Sakit ini kurasakan kembali menusuk tepat pada jantung hati ku. Hal ini membuat aku yakin bahwa takdir cinta tidak selalu berakhir happy ending,"takdir memang sangat kejam" gunyam ku dalam hati.Cukup sudah hati ini harus tersakiti oleh perpisahan – perpisahan dengan wanita yang aku cintai.Sudah satu minggu sejak sepeninggal Annisa aku selalu berdiam diri di bawah pohon flamboyan , guna dapat mengetahui tentang takdir yang kejamm ini. Satu jam sudah aku bersandar di bawah pohon tiba – tiba terlihat uluran tangan dari atas sembari terdengar suara "kau tidak apa – apa?". Kejadian ini terjadi lagi seperti waktu itu segera saja aku angkat kepala ini tuk melihat sumber suara itu dan ternyata Adel. Sontak aku berdiri dan langsung saja memeluknya sambil berkata."jangan pergi lagi ya".Dengan ucapan itu aku tinggalkan kenangan aku bersama Annisa di pohon ini."iya" jawabnya singkat.Akhirnya aku tahu bahwa takdir cinta selalu berakhir happy ending. Jika suatu ketika kita mendapatkan hal pahit dari cinta jangan menyerah karena itu bukan akhir dari takdir cinta. Pasti ada akhir dimana kita akan mendapat kebahagian dari cinta.


-- clear for photos floats -->